Ya, sepeti biasa. Dan sama sepeti malam-malam sebelumnya. Dimalam yang gelap ini, aku harus hadir dalam acara rutinku. sebuah acara yang membuatku harus menghentikan segala aktivitasku. Mulai dari berdiri, jongkok, duduk, bengong, ngelamun, guling-guling dipasir, berenang ditempat yang tidak ada airnya, terbang seperti gajah, bernyanyi seperti unta, hingga harlem shake yang hanya memutar-mutar jari telunjukku sambil melihatnya dengan wajah pongo.
“Acara itu adalah pacaran.”
Sebuah acara yang ditunggu-tunggu oleh hampir dari setiap orang di Indonesia yang “TIDAK JOMBLO”, mulai dari pelajar, mahasiswa, orangtua, bahkan hingga tukang ojek, tukang bakso, dan tukang-tukang lainnya. Sebuah acara antara 2 orang, bisa pria dengan wanita, wanita dengan pria, pria dengan perempuan, perempuan dengan laki-laki, laki-laki dengan wanita sampai ada yang laki-laki dengan laki-laki atau bahkan permpuan dengan perempuan, ada lagi yang tanpa sengaja atau memang disengaja hubungan laki-laki dengan si kelamin (?) untuk bersama menghabiskan malam pergantian dari sabtu ke minggu.
Malam minggu.
Aku sudah merapikan segala pernak-pernikku. Dan bersiap untuk berangkat menghadiri acara sakral ini. Kataku dalam hati, “Aku siap, apapun yang terjadi aku harus sampai dan bertemu dengan dia(sang pacar) dan melamarnya dimalam ini juga”. Aku berangkat. Aku mengambil kunci motorku, kunci motor yang terletak tepat diatas meja ruang tamu, kunci motor yang memiliki gantungan kunci boneka beruang kecil yang lucu dan imut, sebuah kunci yang hanya terlihat jika kita membuka mata dan melihatnya. Itulah kunciku.
Kuambil kunciku, tiba-tiba mamah menghampiriku, dan mengatakan kunci yang memiliki gantungan boneka beruang yang lucu dan imut itu ingin dipakai papah untuk menghadiri acara yang tidak kalah sakral yaitu jalan bareng mamah.
Huft, sedih memang rasanya sebagai anak muda yang masih hidup bersama dengan orang tuanya. Harus mampu mengalah demi keharmonisan keluarga. Tapi kunciku diambil, tak akan menyurutkan perasaanku untuk tetap beranjak kerumah sang pacar dan mengatakan “Ayo kita menikah”
Akhirnya aku memutuskan buat jalan kaki,
Diperjalanan aku melihat angkot. aku naik ke angkot. Di angkot aku cek dompet . Eh, aku lupa bawa dompet. Karena lupa, aku turun dari angkot dan balik kerumah mengambil dompet . Dompet aku ambil, kini aku siap buat naik angkot kerumah sang pacar dan mengatakan “Ayo kita menikah”. Pas, aku ketempat yang tadi, angkotnya sudah menghilang. kuputuskan, buat cari angkot lagi. Angkotnya ketemu, eh, abangnya ilang. saya cari abangnya, Abangnya ketemu. eh kuncinya gak ada, Akhirnya aku dan abang angkotpun memutuskan untuk mencari dimana kunci mobil angkot itu berada. Dan cukup lama mencari, akhirnya ketemu juga tuh kunci. Sekarang semua sudah lengkap. Mulai dari dompet, angkot, abangnya, ama kunci mobil angkotnya. Akhirnya, kami berangkat. Gak lama setelah kami jalan, mobil angkotnya tiba-tiba berhenti. “Eh, ada apa ini?” Ternyata setelah di cek, bensinnya habis. Akhirnya aku sama si abang angkot ini dorong mobil angkotnya ke pom bensin terdekat. Singkat cerita, sampailah kita. Dan, Diisi penuh tuh mobil angkot ama bensin. Bensinpun terisi penuh. Kini, kami benar-benar siap untuk berangkat.
Kami akhirnya berangkat
cukup lama kami berjalan. Tiba-tiba suara handphone berdering, “hah? Handphone siapa itu yang berdering? Akukah?tidak-tidak, itu tidak mungkin, hari ini aku tidak membawa handphone. Pasti ini handphone si abang angkot. Tidak salah lagi, itu pasti”fikirku. benar saja, abang angkot itu mengeluarkan handphone dari balik saku celananya. “Siapa yang menelponnya”tanyaku dalam hati. Ternyata usut punya usut itu adalah istrinya tercinta yang sedang melahirkan dan minta ditemani sang suami, abang angkot tercinta. Pada ujungnya, aku diturunkan begitu saja karena ia ingin menemani istrinya. Diturunkan begitu saja oleh abang angkot itu bukan sebuah masalah demi bertemu sang pujaan hati tercinta dan mengatakan “Ayo kita menikah!”.
Kulanjutkan perjalananku,
Kutemui kerumunan di perempatan jalan. “ada apa? Ada apa ini? Mungkinkah lagi ada pembagian BLT diperempatan jalan? Atau mungkin lagi ada pembagian sembako? Atau sedang ada orkes dangdut keliling?” fikirku. Kuperjelas penerawanganku dengan mencoba menghampiri keramaian tersebut. “Wah, gawat? TAWURAN!”, fikirku panik. Berusaha tidak terlibat dan keluar dari kerumunan . Eh, malah kebawa kerumunan. Kuputuskan, tuk mengikuti tawuran bagai kapal yang terombang-ambing ditengah lautan.
Aku terlibat tawuran,
Satu demi satu,pukulan menghampiri . Satu demi satu, pukulan kuhidari . Satu demi satu, tendangan menghampiri . Satu demi satu, tendangan kuhindari . Eh, tapi sayang satu demi satu pukulan yang kuhindari dan satu demi satu tendangan yang kuhindari tetap mengenai aku . Akhirnya, tawuran selesai. Tawuran selesai dengan menyisakan bonyok di pipi. Bonyok dipipi bukan sebuah masalah, ketika membayangkan wajah sang pacar nantinya ketika aku mengatakan “Ayo kita menikah”.
Kulanjutkan perjalananku,
Diperjalananku, Aku dihentikan oleh beberapa anggota geng motor. Mereka bilang, aku mirip dengan kepala gengnya dan mereka mengajakku kembali pada lintasan balap. Tentu aku menolak dan tidak percaya dengan semua yang dikatakan anggota geng motor tersebut. Namun, mereka bilang bahwa aku tidak bertanggung jawab. Sebagai ketua, meninggalkan mereka begitu saja. Karena kasihan dan diiringi rasa takut akan mereka, kuterima ajakan mereka.
Karena mereka sangat yakin jika aku kepala gengnya yang terkenal dengan julukan “the Coboy Jr yang jatuh dari surga”. Dengan rekor tak terkalahkan dari berbagai tingkat, mulai dari SD, SMP, SMA/ sederajat-nya hingga kalangan pemerintahan, seperti RT/RW, Camat, lurah, gubernur, walikota, presiden, DPR, MPR, hingga tukang bakso. Mereka taruhan dengan geng lawan, yang kalah memberikan motornya dan harus mau disulap menjadi “SENSOR” secara dadakan.
Pertandingan dimulai. Pertandingan selesai, dengan kekalahanku ditangan. Akhirnya motor anggota gengku pun diambil. Dan kami disulap menjadi “SENSOR” hanya dalam sepersekian detik.
“SENSOR-SENSORAN SELESAI”
Nampaknya, sebentar lagi akan ada binatang buas yang siap menerkamku. Nampaknya, sebentar lagi akan ada bintang diatas kepalaku. Nampaknya , Nasibku akan habis saat ini juga.
Mereka memang pada akhirnya percaya bahwa aku sesungguhnya bukan ketua gengnya. Namun, motor mereka telah menghilang atas perbuatanku. Mereka menyalahkanku karena aku menerima tawaran mereka. Mereka bilang, “KENAPA KAMU MENERIMANYA, JIKA KAMU BUKAN KEPALA GENG KAMI?”, mereka tak memberi kesempatan penuh kepadaku untuk berargumen. Dan aku hanya diam tanpa kata.
Akhirnya, seperti tadi. Satu dua satu,pukulan menghampiri. Satu dua satu, pukulan kuhidari. Satu demi satu, tendangan menghampiri. Satu demi satu, tendangan kuhindari. Eh, tapi sayang satu demi satu pukulan yang kuhindari dan satu demi satu tendangan yang kuhindari tetap mengenaiku. Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi. mereka memutuskan untuk meninggalkan aku sendirian. Kini seluruh tubuhku terasa hancur.
Aku tergeletak dan tak mampu melangkah lebih jauh lagi. Disini, aku sudah merasa aku tidak tahan lagi dengan semua hal yang menimpaku mulai dari kejadian aku tidak bisa memakai motorku, tragedi di angkot, tawuran dan bertemu geng motor.
Namun, setelah kufikirkan lebih jauh. Aku sudah terbiasa dengan hal ini. Aku sudah terbiasa dengan kejadian-kejadian yang lebih dari ini. Dulu aku harus naik diatas kereta demi biaya yang gratis kesurabaya sampai-sampai aku harus ditimpukin orang berbaju biru, aku sadar. Aku salah kereta, kereta yang kunaiki ternyata kereta suporter sepak bola berbaju orange.
Aku juga pernah menemui seorang anak kecil diperempatan lampu merah. dia begitu terlihat sedih dan bingung, dia hanya menundukan kepala dibawah lampu merah. Aku terus memperhatikannya. Dan tidak ada perubahan, karena melihat ekspresinya seperti itu. Aku merasa kasihan dan menghampirinya. Aku bertanya “Sedang apa? Dan kenapa kamu disini?”, dia hanya diam dan menutup matanya, aku tanya lagi kepadanya “Adik manis, kamu kenapa? Dimana orang tuamu?” , dia tidak menjawab. Lalu, aku tarik tangan yang menutupi wajahnya dan kembali bertanya,“Adik manis, kamu sebenarnya kenapa? Ceritakan saja padaku.”. bukannya menjawab adik manis yang terlihat sedih dan bingung itu malah beranjak dan berlari pergi meninggalkanku.
Karena rasa khawatir dan penasaran akan anak itu, aku mengikutinya. Ternyata dia berlari dan masuk kesebuah gang sempit dipinggiran kota yang disana hanya terlihat 4 orang berbadan besar dan jelek. Aku takut terjadi apa-apa kepada anak itu. Aku memutuskan tuk masuk ke gang itu juga.
“SIAL”, dalam hatiku.
Ternyata anak itu adalah anggota dari 4 orang itu. Dan aku terjebak kedalam perangkap mereka. Akhirnya, mereka satu demi satu memukulku. Satu demi satu, pukulan kuhidari. Satu demi satu, tendangan menghampiri. Satu demi satu, tendangan kuhindari. Ah sial, aku tetap kena. Aku terjatuh dan mereka mengambil dompet dan handphone-ku. Tapi didompetku tidak ada apa-apa. Akhirnya mereka kembali memukulku dan aku tidak bisa menghindarinya. Karena aku tahu kuhindari atau tidak kuhindari , pukulan mereka tetap mengenaiku.
Aku berfikir, “ ini masih belum seburuk kejadian di masa lalu” aku berusaha bangkit, dan bergerak kembali. Aku berhasil bangkit dan kembali berjalan untuk kerumah pacarku dan mengatakan padanya,”Ayo kita menikah!”
Kulanjutkan perjalananku,
Akhirnya sampai ku didepan gerbang rumah pacarku. Kusiapkan semuanya dari penampilan ujung rambut hingga ujung kaki. “Sempurna”, fikirku. Namun, ada yang mengganjal di otakku, apa itu. “Asataga”,fikirku. Aku lupa membawa hal yang paling penting, aku lupa membawa “CINCIN LAMARAN”.
Special To : Jessica Veranda
“Acara itu adalah pacaran.”
Sebuah acara yang ditunggu-tunggu oleh hampir dari setiap orang di Indonesia yang “TIDAK JOMBLO”, mulai dari pelajar, mahasiswa, orangtua, bahkan hingga tukang ojek, tukang bakso, dan tukang-tukang lainnya. Sebuah acara antara 2 orang, bisa pria dengan wanita, wanita dengan pria, pria dengan perempuan, perempuan dengan laki-laki, laki-laki dengan wanita sampai ada yang laki-laki dengan laki-laki atau bahkan permpuan dengan perempuan, ada lagi yang tanpa sengaja atau memang disengaja hubungan laki-laki dengan si kelamin (?) untuk bersama menghabiskan malam pergantian dari sabtu ke minggu.
Malam minggu.
Aku sudah merapikan segala pernak-pernikku. Dan bersiap untuk berangkat menghadiri acara sakral ini. Kataku dalam hati, “Aku siap, apapun yang terjadi aku harus sampai dan bertemu dengan dia(sang pacar) dan melamarnya dimalam ini juga”. Aku berangkat. Aku mengambil kunci motorku, kunci motor yang terletak tepat diatas meja ruang tamu, kunci motor yang memiliki gantungan kunci boneka beruang kecil yang lucu dan imut, sebuah kunci yang hanya terlihat jika kita membuka mata dan melihatnya. Itulah kunciku.
Kuambil kunciku, tiba-tiba mamah menghampiriku, dan mengatakan kunci yang memiliki gantungan boneka beruang yang lucu dan imut itu ingin dipakai papah untuk menghadiri acara yang tidak kalah sakral yaitu jalan bareng mamah.
Huft, sedih memang rasanya sebagai anak muda yang masih hidup bersama dengan orang tuanya. Harus mampu mengalah demi keharmonisan keluarga. Tapi kunciku diambil, tak akan menyurutkan perasaanku untuk tetap beranjak kerumah sang pacar dan mengatakan “Ayo kita menikah”
Akhirnya aku memutuskan buat jalan kaki,
Diperjalanan aku melihat angkot. aku naik ke angkot. Di angkot aku cek dompet . Eh, aku lupa bawa dompet. Karena lupa, aku turun dari angkot dan balik kerumah mengambil dompet . Dompet aku ambil, kini aku siap buat naik angkot kerumah sang pacar dan mengatakan “Ayo kita menikah”. Pas, aku ketempat yang tadi, angkotnya sudah menghilang. kuputuskan, buat cari angkot lagi. Angkotnya ketemu, eh, abangnya ilang. saya cari abangnya, Abangnya ketemu. eh kuncinya gak ada, Akhirnya aku dan abang angkotpun memutuskan untuk mencari dimana kunci mobil angkot itu berada. Dan cukup lama mencari, akhirnya ketemu juga tuh kunci. Sekarang semua sudah lengkap. Mulai dari dompet, angkot, abangnya, ama kunci mobil angkotnya. Akhirnya, kami berangkat. Gak lama setelah kami jalan, mobil angkotnya tiba-tiba berhenti. “Eh, ada apa ini?” Ternyata setelah di cek, bensinnya habis. Akhirnya aku sama si abang angkot ini dorong mobil angkotnya ke pom bensin terdekat. Singkat cerita, sampailah kita. Dan, Diisi penuh tuh mobil angkot ama bensin. Bensinpun terisi penuh. Kini, kami benar-benar siap untuk berangkat.
Kami akhirnya berangkat
cukup lama kami berjalan. Tiba-tiba suara handphone berdering, “hah? Handphone siapa itu yang berdering? Akukah?tidak-tidak, itu tidak mungkin, hari ini aku tidak membawa handphone. Pasti ini handphone si abang angkot. Tidak salah lagi, itu pasti”fikirku. benar saja, abang angkot itu mengeluarkan handphone dari balik saku celananya. “Siapa yang menelponnya”tanyaku dalam hati. Ternyata usut punya usut itu adalah istrinya tercinta yang sedang melahirkan dan minta ditemani sang suami, abang angkot tercinta. Pada ujungnya, aku diturunkan begitu saja karena ia ingin menemani istrinya. Diturunkan begitu saja oleh abang angkot itu bukan sebuah masalah demi bertemu sang pujaan hati tercinta dan mengatakan “Ayo kita menikah!”.
Kulanjutkan perjalananku,
Kutemui kerumunan di perempatan jalan. “ada apa? Ada apa ini? Mungkinkah lagi ada pembagian BLT diperempatan jalan? Atau mungkin lagi ada pembagian sembako? Atau sedang ada orkes dangdut keliling?” fikirku. Kuperjelas penerawanganku dengan mencoba menghampiri keramaian tersebut. “Wah, gawat? TAWURAN!”, fikirku panik. Berusaha tidak terlibat dan keluar dari kerumunan . Eh, malah kebawa kerumunan. Kuputuskan, tuk mengikuti tawuran bagai kapal yang terombang-ambing ditengah lautan.
Aku terlibat tawuran,
Satu demi satu,pukulan menghampiri . Satu demi satu, pukulan kuhidari . Satu demi satu, tendangan menghampiri . Satu demi satu, tendangan kuhindari . Eh, tapi sayang satu demi satu pukulan yang kuhindari dan satu demi satu tendangan yang kuhindari tetap mengenai aku . Akhirnya, tawuran selesai. Tawuran selesai dengan menyisakan bonyok di pipi. Bonyok dipipi bukan sebuah masalah, ketika membayangkan wajah sang pacar nantinya ketika aku mengatakan “Ayo kita menikah”.
Kulanjutkan perjalananku,
Diperjalananku, Aku dihentikan oleh beberapa anggota geng motor. Mereka bilang, aku mirip dengan kepala gengnya dan mereka mengajakku kembali pada lintasan balap. Tentu aku menolak dan tidak percaya dengan semua yang dikatakan anggota geng motor tersebut. Namun, mereka bilang bahwa aku tidak bertanggung jawab. Sebagai ketua, meninggalkan mereka begitu saja. Karena kasihan dan diiringi rasa takut akan mereka, kuterima ajakan mereka.
Karena mereka sangat yakin jika aku kepala gengnya yang terkenal dengan julukan “the Coboy Jr yang jatuh dari surga”. Dengan rekor tak terkalahkan dari berbagai tingkat, mulai dari SD, SMP, SMA/ sederajat-nya hingga kalangan pemerintahan, seperti RT/RW, Camat, lurah, gubernur, walikota, presiden, DPR, MPR, hingga tukang bakso. Mereka taruhan dengan geng lawan, yang kalah memberikan motornya dan harus mau disulap menjadi “SENSOR” secara dadakan.
Pertandingan dimulai. Pertandingan selesai, dengan kekalahanku ditangan. Akhirnya motor anggota gengku pun diambil. Dan kami disulap menjadi “SENSOR” hanya dalam sepersekian detik.
“SENSOR-SENSORAN SELESAI”
Nampaknya, sebentar lagi akan ada binatang buas yang siap menerkamku. Nampaknya, sebentar lagi akan ada bintang diatas kepalaku. Nampaknya , Nasibku akan habis saat ini juga.
Mereka memang pada akhirnya percaya bahwa aku sesungguhnya bukan ketua gengnya. Namun, motor mereka telah menghilang atas perbuatanku. Mereka menyalahkanku karena aku menerima tawaran mereka. Mereka bilang, “KENAPA KAMU MENERIMANYA, JIKA KAMU BUKAN KEPALA GENG KAMI?”, mereka tak memberi kesempatan penuh kepadaku untuk berargumen. Dan aku hanya diam tanpa kata.
Akhirnya, seperti tadi. Satu dua satu,pukulan menghampiri. Satu dua satu, pukulan kuhidari. Satu demi satu, tendangan menghampiri. Satu demi satu, tendangan kuhindari. Eh, tapi sayang satu demi satu pukulan yang kuhindari dan satu demi satu tendangan yang kuhindari tetap mengenaiku. Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi. mereka memutuskan untuk meninggalkan aku sendirian. Kini seluruh tubuhku terasa hancur.
Aku tergeletak dan tak mampu melangkah lebih jauh lagi. Disini, aku sudah merasa aku tidak tahan lagi dengan semua hal yang menimpaku mulai dari kejadian aku tidak bisa memakai motorku, tragedi di angkot, tawuran dan bertemu geng motor.
Namun, setelah kufikirkan lebih jauh. Aku sudah terbiasa dengan hal ini. Aku sudah terbiasa dengan kejadian-kejadian yang lebih dari ini. Dulu aku harus naik diatas kereta demi biaya yang gratis kesurabaya sampai-sampai aku harus ditimpukin orang berbaju biru, aku sadar. Aku salah kereta, kereta yang kunaiki ternyata kereta suporter sepak bola berbaju orange.
Aku juga pernah menemui seorang anak kecil diperempatan lampu merah. dia begitu terlihat sedih dan bingung, dia hanya menundukan kepala dibawah lampu merah. Aku terus memperhatikannya. Dan tidak ada perubahan, karena melihat ekspresinya seperti itu. Aku merasa kasihan dan menghampirinya. Aku bertanya “Sedang apa? Dan kenapa kamu disini?”, dia hanya diam dan menutup matanya, aku tanya lagi kepadanya “Adik manis, kamu kenapa? Dimana orang tuamu?” , dia tidak menjawab. Lalu, aku tarik tangan yang menutupi wajahnya dan kembali bertanya,“Adik manis, kamu sebenarnya kenapa? Ceritakan saja padaku.”. bukannya menjawab adik manis yang terlihat sedih dan bingung itu malah beranjak dan berlari pergi meninggalkanku.
Karena rasa khawatir dan penasaran akan anak itu, aku mengikutinya. Ternyata dia berlari dan masuk kesebuah gang sempit dipinggiran kota yang disana hanya terlihat 4 orang berbadan besar dan jelek. Aku takut terjadi apa-apa kepada anak itu. Aku memutuskan tuk masuk ke gang itu juga.
“SIAL”, dalam hatiku.
Ternyata anak itu adalah anggota dari 4 orang itu. Dan aku terjebak kedalam perangkap mereka. Akhirnya, mereka satu demi satu memukulku. Satu demi satu, pukulan kuhidari. Satu demi satu, tendangan menghampiri. Satu demi satu, tendangan kuhindari. Ah sial, aku tetap kena. Aku terjatuh dan mereka mengambil dompet dan handphone-ku. Tapi didompetku tidak ada apa-apa. Akhirnya mereka kembali memukulku dan aku tidak bisa menghindarinya. Karena aku tahu kuhindari atau tidak kuhindari , pukulan mereka tetap mengenaiku.
Aku berfikir, “ ini masih belum seburuk kejadian di masa lalu” aku berusaha bangkit, dan bergerak kembali. Aku berhasil bangkit dan kembali berjalan untuk kerumah pacarku dan mengatakan padanya,”Ayo kita menikah!”
Kulanjutkan perjalananku,
Akhirnya sampai ku didepan gerbang rumah pacarku. Kusiapkan semuanya dari penampilan ujung rambut hingga ujung kaki. “Sempurna”, fikirku. Namun, ada yang mengganjal di otakku, apa itu. “Asataga”,fikirku. Aku lupa membawa hal yang paling penting, aku lupa membawa “CINCIN LAMARAN”.
Special To : Jessica Veranda